Sabtu, 30 Mei 2009

MELINDUNGI JANDA-JANDA DAN ORANG MISKIN_tafsir

اَعُوذُبِ اللهِ مِنَ الشَّيْــطَانِ الرَّجِيْــمِ
بِسْـمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـمِ
KEUTAMAAN MENDAMAIKAN PERSELISIHAN ANTAR MANUSIA

1. AL-BAQARAH ;
                  
182. (akan tetapi) Barangsiapa khawatir terhadap orang yang Berwasiat itu, Berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, Maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tafsir Ibnu Katsir

جَنَفًا, Ibnu Abbas berkata bahwa maknanya adalah kesalahan yang berarti mencakup berbagai kesalahan, misalnya mereka menambah jumlah ahliwaris dengan perantara atau sarana, atau seseorang yang berwasiat agar anak perempuannya ditambah bagiannya, atau cara-cara lain yang keliru atau disengajaPerbuatan itu adalah dosa. Dalam menghadapi kondisi yang seperti demikian, si penerima wasiat harus menyelesaikan dan meluruskan wasiat sesuai dengan aturan syariat, dan mengalihkan wasiat mayat yang keliru dengan wasiat yang lain agar sesuai dengan syariat. Tindakan perbaikan( فَأَصْلَحَ ) itu tidak termasuk kedalam pengubahan wasiat dan tidak berdosa (فَلآََأِثْمَ عَلَيْهِ). Ibnu Mardawih meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Kecurangan dalam wasiat merupakan dosa besar.”

                
224. Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan Mengadakan ishlah di antara manusia. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah ta’ala berfirman, “Janganlah kamu menjadikan sumpah dengan nama Allah sebagai kendala bagimu untuk berbuat kebajikan dan silaturahmi, jika kalian bersumpah untuk meninggalkan kebajikan itu”, ayat ini semakna dengan ayat, “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”, ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu (an-Nur: 22). Jadi melangsungkan sumpah yang demikian adalah berdosa. Pelakunya harus keluar dari sumpah itu dengan membayar kafarat. Rasulullah saw, bersabda :
وَاللهِ َلإن يَلِجَ أَحُد ُكُمْ بِيَمِيْنِهِ فِيْ أَهْلِهِ آثِمٌ لَهُ عِنْـدَ اللهِ مِـنْ أَنْ يُعْطِيَ كَفَارَتَهُ الَّتِي اِفْتَرَضَ الله عَلَيْهِ (رواه مسلم وأحمد)
“demi Allah, barang siapa yang bertekad untuk melaksanakan sumpahnya, padahal sumpah itu berbahaya bagi keluarganya, maka perbuatan itu libih besar dosanya menurut pandangan Allah daripada dia membayar denda yang difarsukan Allah kepadanya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Berkaitan dengan maksud ayat ini, Ibnu Abbas berkata, “Jangan sekali-kalisumpahmu dijadikan kendala untuk tidak melakukan kebaikan”. Termasuk untuk mengadakan perdamaian di antara manusia (وَتُصْلِحُوْابَيْنَ النَّاسِ).


2. ANNISA ;

                        
35. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Tafsir Ibnu Katsir

حَكَمًا atau penengah yang terpercaya dari keluarga istri dan suami agar keduanya bermusyawarah, membicarakan masalah keduanya, dan menentukan tindakan yang dipandang oleh keduanya akan mashlahat, apakah itu perceraian atau rujuk. Dan Allah akan memberi taufik. Kedua penengah mengkaji, jika pihak suami yang salah, maka keduanya menghalangi suami agar tidak menemui istrinya dan menyuruhnya mencari nafkah terus-menerus. Jika istri yang salah, maka mereka menyuruhnya melayani suaminya terus-menerus tanpa diberi nafkah. Jika kedua penengah sepakat atas keputusan cerai dan rukun, maka kedua keputusan itu boleh dijalankan. Jika keduanya berpandangan bahwa suami istri itu harus bersatu, kemudian dang satu menerima dan yang lain menolak, lalu salah satunya meninggal, maka pihak yang menerima putusan dapat mewarisi harta pihak yang menolak putusan, dan pihak yang menolak putusan tidak dapat mewarisi pusaka pihak yang menerima putusan. Demikian menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas.

                        
85. Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Tafsir Ibnu Katsir

Barang siapa yang mengupayakan sesuatu lalu ia melahirkan kebaikan, maka ia memiliki bagian dari kebaikan itu. Dosa bagi orang yang mengupayakan suatu perbuatan dan diniatkan untuk keburukan. Nabi saw, bersabda, “Berikanlah syafaat, niscaya kamu beroleh ganjaran.” Dan Allah akan memutuskan melalui lisan nabi-Nya keputusan yang dia kehendaki. Mujahid bin Jabir berkata, “Ayat ini diturunkan lhwal memberi dan menerima syafaat di antara manusia.”

                            
114. Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau Mengadakan perdamaian di antara manusia. dan Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.

Tafsir Ibnu Katsir

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu mardawih, dari Ummi Habibah, dia berkata ; Rasulullah saw, bersabda :
كَلاَمُ اِبْنِ آدَمَ كُلُّهُ عَلَيْهِ لاَلَهُ،إِلاَّ ذ ِكْرِاللهِ عَزَّوَجَلَّ،أَوْأَمْرٍبِمَعْرُوْفٍ،أَوْنهْيٍ عَنْ مُنْكَرٍ
“Semua ucapan anak Adam memberatkannya, kecuali berdzikir kepada Allah azza wajalla, menyuruh kepada yang ma’ruf, atu melarang dari kemunkaran.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ummu Kaltsum binti Uqbah dia mendengar Rasulullah saw, bersabda, “Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan di antara manusia, lalu dia mengembangkan kebaikan atau mengatakan kebaikan.” Ummu Kaltsum melanjutkan, “Saya tidak pernah mewndengar Rasulullah saw, memberi kemurahan kepada manusia untuk berkata dusta kecuali dalam tiga hal ; dalam peperangan, proses perdamaian diantara manusia, dan dalam perktaan seorang suami kepada istrinya dan perkataan istri kepada suaminya.” Ummu Kaltsum binti Uqbah adalah salah seorang wanita yang berhijrah dan berbaiat kepada Rasulullah saw,. Hadits di atas diriwayatkan pula oleh Jamaah, kecuali oleh Ibnu Majah.

3. AL-HUJURAT ;
                                  
9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
            
10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
                                          
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
                                   
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Tafsir QUR’AN KARIM oleh Mahmud Junus
Ayat-ayat ini menerangkan dari hal peradaban sesama kaum muslimin dan bagaimana pergaulan sesama mereka, yaiu jika terjadi peperangan antara dua partai, hendaklah diperdamaikan antara keduanya serta hukumlah dengan keadilan, karena orang-orang mukmin itu semuanya bersaudara, satu Tuhannya, satu kitabnya, satu kiblatnya, bahkan satu bumi yang didiaminya dan sama pula kemanusiaannya.
Kaum laki-laki tidak boleh menghinakan kaum laki-laki lainnya begitu pula kaum perempuan. Karena mungkinj yang dihina lebih baik dari yang menghina. Dan lagi kamu tidak boleh meanggilnya dengan gelar yang jelek yang tidak disukainya. Hendaknya kita tinggalkan persangkaan yang jahat, terhadap orang mukmin, karena setengahnya adalah dosa. Adapun bersangka jahat kepada orang yang berbuat dosa dengan terang-terangan, seperti mabuk, judi, dan sebagainya tidaklah dosa.
Dan tidak boleh mencari aib orang lain dan membukakan rahasianya dan tidak boleh saling mengumpat. Inilah aturan pergaulan sesama muslim, yaitu menjaga perdamaian dan persaudaraan sesama mereka. Hal inilah yang akan mengokohkan persatuan.
oleh Fajar Burnama


1.AL-BAQARAH

215. Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.

Tafsir Ibnu Katsir
Mereka bertanya kepadamu bagaimana mereka berinfak. Maka Allah Ta’ala menjelaskan halitu kepada mereka: belanjakanlah harta itu kepada pihak-pihak tersebut. Sebagaimana dikatakan dalam hadits,
...أُمَّكَ وَأَبَاكَ وَأُخْتَكَ وَأَخَاكَ ثُمَّ أَدْنَا كَ أَدْنَاكَ
“(Berinfaklah) kepada ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu, saudara laki-lakimu, kemudian yang di bawahnya, dan kepada yang di bawahnya lagi.”
Maimun membaca ayat ini, kemudian dia berkata, “Inilah pihak-pihak penerima infak. Dalam ayat itu tidak diceritakan bahwa harta itu untuk membeli tambur, terompet, patung kayu, dan selubung tinggi”

2.AN-NISA ;

36. Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,

Tafsir Ibnu Katsir

Allah telah mengajarkan supaya berbuat baik terhadap kedua orang tua, karena Allah telah menjadikan keduanya sebagai sarana guna mengeluarkan kita dari tiada kepada ada. Betapa banyak ayat yang menyertakan peribadatan kepada-Nya dengan keharusan berbuat baik kepada kedua orang tua, Allah berfirman, “Hendaklah engkau bersyukur kepadaku dan kedua orang tuamu”. Kemudian Allah melanjutkan dengan pesan untuk berbuat baik kepada karib kerabat, baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits. “Sedekah kepada orang miskin memiliki satu pahala, sedangkan kepada famili memiliki dua pahala: pahala sedekah dan pahala silaturahmi.”
Kemudian Allah berfirman, “Dan anak-anak yatim”, hal itu karena mereka kehilangan orang yang mengurus kepentingannya dan membelanjakannya, lalu Allah menyuruh supaya berbuat baik kepada mereka dan menyantuninya. Kemudian Allah berfirman, “Dan kepada orang-orang miskin.” Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan, orang yang tidak mendapatkan pihak yang memenuhi kifayahnya. Maka manusia diperintah untuk membantunya. Firman Allah, “Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” Ibnu Abbas mengatakan, “Tetangga dekat ialah orang yang masih memiliki hubungan famili. Tetangga jauh adalah orang yang tidak memiliki hubungan famili.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku ihwal tetangga hingga aku menduga bahwa dia akan menjadi ahli waris.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Aisyah bahwa dia bertanya kepada
Rasulullah saw, :
إِنَّ لِيْ جَارَيْنِ فَإِلَى أَيِّهِمَا أُهْدِيْ ؟ قَالَ : إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا. (رواه أحمد والبخري)
“Saya punya dua tetangga, kepada yang manakah saya memberi hadiah? Nabi bersabda, ‘Kepada tetangga yang paling dekat pintu rumahnya dengan pintu rumahmu’.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

3.AL-FAJR

18. Dan kamu tidak saling mengajak memberi Makan orang miskin,

Tafsir Ibnu Katsir
Yaitu memerintahkan orang lain untuk memberi santunan kepada rang-orang fakir miskin dan sebagian mereka tidak menganjurkan hal ini kepada sebagian lainnya

4.AL- BALAD

16. Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.

Tafsir Ibnu Katsir
Yakni sangat miskin sehingga menempel di tanah, lagi tak punya apa-apa. Ibnu Abbas mengatakan bahwa artinya orang miskin yang terlempar di jalan (gelandangan), tidak punya rumah, dan tidak punya sesuatu yang menghindarkannya dari menempel di tanah. Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud ialah orang yang menempel di tanah karena fakir lagi berhajat dan tidak mempunyai apa-apa. Dan menurut riwayat yang lainnya pila yang juga dari Ibnu Abbas , makna yang dimaksud ialah orang yang jauh rumahnya. Menurut Ibnu Abi Hatim, makna yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah orang yang mengembara, jauh dari negeri asalnya.
Ikrmah mengatakan bahwa makna yang dimaksud adalah orang fakir yang banyak hutangnya lagi memerlukan bantuan. Sa’id Ibnu Jarir mengatakan, yang dimaksud ialah orang yang hidup sebatang kara. Ibnu Abbas, Sa’id, Qatadah, dan Muqatil Ibnu Hauyyan mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang miskin yang banyak anaknya. Semua pendapat di atas mempunyai makna yang berdekaan.

5.AL-MA’UN

3. Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
Ayat di atas semakna dengan ayat lain yakni surat Al-Fajr ayat 17-18 :

17. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim[1576],
18. Dan kamu tidak saling mengajak memberi Makan orang miskin,
Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak mempunya sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan hidupnya.

MENDAHULUKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN

1.AL-BAQARAH

177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

Tafsir Ibnu Katsir

Maksud ayat ini ialah setelah Allah menyuruh kaum mukmin menghadap ke Baitul Maqdis, Allah mengalihkan kiblat mereka ke Ka’bah, maka hal itu membuat ragu segolongan Ahli Kitab dan sebagian kaum muslimin. Lalu Allah menurunkan ayant yang menjelaskan hikmah pengalihan itu. Tujuan pengalihan itu ialah untuk melihat siapa yang taat kepada Allah, hal itu merupakan kabajikan, ketakwaaan, dan keimanan yang sempurna.
Firman Allah, “Dengan memberikan harta yang dicintainya,” maksudnya dia mengeluarkan harta padahal ia menyenangi dan mencintainya sebagaimana hal itu ditetapkan dalam hadits yang terdapat dalam shahihain, yaitu hadits marfu’ dari Abu Hurairah, “Sedekah yang paling utama adalah hendaknya kamu bersedekah sedangkan engkau masih sehat, tidak ingin memberi, mendambakan kekayaan, dan mengkhawatirkan kemiskinan.” Allah berfirman, “Dan mereka memberi makanan yang dicintainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.” Allah berfirman, “Sekali-kali kamu tidak akan meraih kebaikan hingga kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu sukai.” Dan firman Allah, “Dan mereka mementingkan kepentingsn orang lain daripada dirinya, walaupun mereka sendiri kesusahan.” Inilah pola kehidupan yang sangat tinggi, yaitu mereka lebih mementingkan dan mengutamakan pemberian sesuatu yang justru sangat diperlukan oleh dirinya.
Firman Allah, “Kepada karib kerabat.” Mereka lebih diutamakan untuk mendapat sedekah, sebagaimana ditetapkan dalam hadits,
االصَّدَقَةُ عَلَى الْمَسَاكِيْنِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذَوِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ،فَهُمْ أَلَى النَا سِ بِكَ وَبِبِرِّكَ وَإِعْطَائِكَ.
“Sedekah kepada orang miskin berpahala satu, sedangkan kepada kerabat berpahala dua: pahala sedekah dan pahala silaturahmi. Kerabat ialah pihak yang harus diutamakan untuk menerima kebajikan dan pemberianmu.”
“Anak-anak yatim,” yaitu anak yang ditinggal mati ayahnya pada saat masih lemah dan kecil, dalam arti belum baligh serta belum mampu berusaha. Sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Abdur Razak dengan sanadnya dari Ali, dari Nabi saw, beliau bersabda, “Tiada keyatiman setelah baligh.”
Firman Allah, “Dan orang-orang miskin.” Penggalan ayat ini ditafsirkan oleh hadits yang terdapat dalam shahihain dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda,

“Orang miskin bukanlah orang yang suka berkeliling meminta-minta kemudian berlalu setelah diberi sebuah atu dua buah kurma, sesuap atau dua suap makanan, namun miskin ialah orang yang tidak memiliki makanan sekadar untuk mencukupi kebutuhannya dan tidak diingat orang sehingga tidak diberi sedekah.”

Dan firman Allah, “Dan ibnu sabil”, yaitu orang yang suka bepergian dan melawat serta bekalnya telah habis. Ia perlu diberi sedekah sekadar dapat mengantarkannya ke negerinya. Tamu termasuk ke dalam kategori ibnu sabil. “Dan orang-orang yang meminta-minta”, yaitu orang yang suka menghadang untuk meminta. Maka dapat diberi zakat dan sedekah, sebagaimana hal itu dikemukakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad dari Abdurrahman Husein bin Ali, dia berkata behwa Rasulullah saw, bersabda :
لِلسَّا ئِلِ حَقٌّ وَإِنْ جَاءَ عَلَى فَرَسٍ.(رواهأحمد)
“Peminta-minta memiliki hak walaupun ia datang dengan menunggang kuda.” (HR. Ahmad)


SILATURAHMI

1.AN-NISA

1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah menyuruh makhluk-Nya agar bertakwa kepada-Nya, yaitu beribadah kepada-Nya Yang Esa tanpa menyekutukan-Nya. Dia pun mengingatkan mereka terhadap kekuasaan-Nyayang dengan kekuasaan itulah Dia menciptakan mereka dari diri yang satu, yaitu Adam as, “Dan Dia menciptakan dari diri itu pasangannya,” yaitu Hawa as, yang diciptakan dari tulang rusuk Adam bagian belakang yang sebelah kiri ketika dia sedang tidur. Kemudian Adam bangun dan dikejutkan oleh keberadaan Hawa. Keduanya pun saling tertarik. Dalam hadits sahih dikatakan :
“Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, Rusuk yang paling bengkok ialah yang paling atas. Jika kamu hendak meluruskannya niscaya ia patah. Jika kamu berbahagia dengannya, berbahagialah walaupun ia tetap bengkok.”
Kemudian Allah berfirman, “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan-Nya kamu saling meminta serta periharalah silaturahmi,” yaitu bertakwa engan cara mentaati-Nya. Adh-Dhahak berkata, “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu mengadakan akad dan perjanjian, dan periharalah hubungan silaturahmi, jangan sampai kamu memutuskannya, namun berbuat baiklah kepada mereka dan sambungkanlah tali silaturahmi. “Sesungguhnya Allah senantiasa mengawasi kamu,” yakni Dia mengawasi segala tingkah lakumu dan amalmu. Allah ta’ala berfirman, “Allah Maha Menyaksikan terhadap segala sesuatu.”


DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib.Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR Jilid 1. Gema Insani Press.
Jakarta. 1999.

Junus, Mahmud. Tafsir QUR’AN KARIM Bahasa Indonesia cetakan kesembilan. Pustaka Mahmudiah. Jakarta. 1960.

Ad-Dimasyqi, Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir. TAFSIR IBNU KATSIR Juz 30. Sinar
Baru Algesindo. Bandung. 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar