oleh Fajar Burnama
A. IBNU BAJJAH
Napak Tilas
Avempace, begitulah ia disebut di Barat, seorang ilmuwan muslim terkemuka di era kejayaan Islam Spanyol. Sejatinya ia bernama Abu Bakr Muhammad Ibnu Yahya al-Saigh, namun ia lebih dikenal dengan Ibnu Bajjah yang berarti “anak emas”. Beliau dilahirkan pada tahun 1082 M di Saragosa, Spanyol. Ibnu Bajjah merupakan seorang ilmuwan multitalenta, ia dikenal sebagai seorang astronom, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, pujangga, filosof, dan ahli logika serta matematikus. Ibnu Bajjah mengembangkan beragam ilmu pengetahuan di zaman kekuasaan Dinasti Murabbitun.
Ibnu Bajjah dikenal sebagai penyair yang hebat. Pamornya sebagai seorang sastrawan dan ahli bahasa begitu gemilang. Salah satu bukti kehebatannya dalam bidang sastra dibuktikannya dengan meraih kemenangan dalam kompetisi puisi bergengsi di zamannya. Selain dikenal sebagai seorang penyair, Ibnu Bajjah juga dikenal sebagai musisi. Ia piawai bermain musik, terutama gambus.
Ia juga piawai dalam bidang politik, kehebatannya dalam berpolitik mendapat perhatian dari Abu Bakar Ibrahim, gubernur Saragosa. Ia pun diangkat sebagai menteri semasa Abu Bakar Ibrahim berkuasa di Saragosa. Ia adalah ilmuwan yang taat beragama, dan telah menghafal al-Qur’an.
Pemikirannya
Kehebatannya dalam filsafat boleh diletakkan setara dengan al- Farabi dan Aristoteles. Pemikirannya begitu mempengaruhi Ibnu Rushd dan Albertus Magnus. Ibnu Bajjah telah mengemukakan filasafat ketuhanan yang menetapkan bahawa manusia boleh berhubung dengan akal fa‘al melalui perantaraan ilmu pengetahuan dan pengembangan potensi manusia. Menurut Ibnu Bajjah, manusia mampu mendekati Tuhan melalui amalan berfikir bukan melalui amalan tasawuf yang dikemukakan oleh Iman al-Gazali.
Dengan ilmu pengetahuan dan kegiatan berfikir seseorang akan mampu memimpin dan menguasai jiwanya, sehingga terhindar dari sifat hewani yang terkurung dalam diri manusia. Seseorang harus berjuang melakukannya dengan berhubungan dengan alam dan masyarakat. Jika suatu masyarakat tidak baik atau tidak bermoral, maka ia harus menyendiri.
Aliran filsafat yang wujud, berdasarkan peredaran zaman dan pandangan pendukungnya berbeda satu sama lain. Aliran filsafat Eksistensialisme umpamanya berbeda dengan pandangan yang dikemukakan oleh Ibnu Bajjah. Aliran eksistensislisme yang pada akhirnya dimonopoli oleh agama kristen dengan tokohnya Soren Kierkegard (1813-1855) yang menekankan aliran filsafat pengalaman dan penghidupan, dimana manusia menjadi fokus segala pemikiran dan menolak aliran filsafat lain. Aliran ini menekankan keutamaan, hak dan tanggungjawab individu dan menolak keutamaan serta hak masyarakat.
Pada pandangan Ibnu Bajjah, seseorang harus berusaha dengan berhubungan bersama alam dan masyarakat, namun jikalau masyarakat tidak baik, barulah ia harus meneruskan perjuangannya sendiri untuk mendapat kebahagian dunia dan akhirat. Berbanding terbalik dengan aliran filsafat yang didukung oleh agama Kristen1 yang menolak konsep berjamaah atau kemasyarakatan.
Ibnu Bajjah dengan al-Farabi hampir sependapat bahwa akal dan wahyu merupakan satu hakikat yang padu. Apabila akal dan wahyu dipisahkan, maka akan melahirkan individu, masyarakat dan sebuah negara yang pincang. Ibnu Bajjah menekakan bahwa akal dan wahyu menjadi pondasi pembentukan individu dan pembinaan sebuah negara yang sejahtera dan bahagia.
Ibnu Bajjah pun sangat menguasai logika. Menurutnya, sesuatu yang dianggap ada itu sama benar-benar ada atau tidak ada bergantung pada yang diyakini ada atau hanyalah suatu kemungkinan. Justru, apa yang diyakini itulah sebenarnya satu kebenaran dan sesuatu kemungkinan itu mungkin benar atau tidak benar.
Ibnu Bajjah berpendapat bahwa akal dapat menyebabkan manusia mengenali apa saja mengenai wujud benda atau Tuhan. Akal boleh mengenali perkara-perkara tersebut tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian atau melalui amalan tasawuf.
Ibnu Bajjah merupakan seoarng ahli filsafat yang dikagumi di negaranya karena telah banyak berjasa kepada negara juga terhadap dunia Islam. Ibnu Bajjah belajar ilmu-ilmu lain yang dapat menbantu memahami hal-hal yang berkaitan dengan metafisik. Ilmu sains misalnya digunakan oleh Ibnu Bajjah untuk menguraikan persoalan benda dan rupa. Menurut Ibnu Bajjah, benda tidak mungkin wujud tanpa rupa tetapi rupa tanpa benda mungkin wujud. Oleh sebab itu, kita boleh menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa yang berbeda-beda.
Kemahiran Ibnu Bajjah dalam bidang matematika digunakan untuk menguatkan hujjah dan pandangannya mengenai filsafat serta persoalan metafisik. Masih banyak lagi pemikiran filsafat Ibnu Bajjah yang tidak diketahui karena sebagian besar karya tulisannya telah musnah. Bahan yang tinggal dan sampai kepada kita hanya merupakan sisa-sisa dokumen yang berserakan di beberapa perpustakaan di Eropa.
Setengah pandangan filsafatnya jelas mendahului zamannya. Beliau telah lama menggunakan ungkapan manusia sebagai makhluk sosial, sebelum para sarjana Barat menggunakannya. Begitu juga konsep masyarakat madani telah dibicarakan dalam tulisannya secara tidak langsung.
Karya besar
Ibnu Bajjah sangat produktif dan banyak menghasilkan karya. Karya-karya Ibnu Bajjah yang ditulis dalam bahasa Arab banyak mempengaruhi peradaban Barat. Betapa tidak, buah pikirannya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Yahudi dan Latin. Kini, manuskrip asli dan terjemahannya masih tersimpan di Perpustakaan Bodlein, Perpustakaan Berlin, dan Perpustakaan Escurial (Spanyol).
Buah pikirnya yang paling populer adalah Risalah al-Wida. Dalam kitab itu, Ibnu Bajjah menceritakan tentang ketuhanan, kewujudan manusia, alam, dan uraian mengenai bidang perobatan. Karya Ibnu Bajjah lainnya yang berpengaruh adalah Kitab Tadbir al-Mutawahhid. Kitab itu mengungkap pandangannya dalam bidang politik dan filsafat.
Ia lebih menekankan kehidupan individu dalam masyarakat yang disebut Mutawahhid. Risalah Tadbir al-Mutawahhid itu diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol. Karya lainnya adalah risalah al-Ittisal al-Aql Bi al-Insan. Karya yang satu ini mengupas secara detail tentang hubungan akal dengan manusia.
Ibnu Bajjah juga telah menulis sebuah buku yang berjudul, Al-Nafs, yang membicarakan persoalan jiwa. Kitab itu juga menerangkan persoalan yang berkait tentang jiwa manusia dengan Tuhan dan pencapaian manusia yang tertinggi daripada kewujudan manusia yaitu kebahagiaan. Pembicaraan itu banyak dipengaruhi oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani, seperti Aristoteles, Galenos, Al-Farabi, dan Al-Razi.
"Perpustakan Berlin menyimpan 24 risalah manuskrip karangan Ibnu Bajjah2. Di antaranya ialah Tardiyyah (syair-syair) Risalah al-Akhlaq , Kitab al-Nabat dan Risalah al-Ghayah al-Insaniyyah ," Ibnu Bajjah merupakan ilmuwan yang hebat dan sangat dihormati sepanjang sejarah. "Kedudukan Ibnu Bajjah setara dengan Ibnu Rushd, Ibnu Sina dan Al-Farabi," kata Ibnu Khaldun.
Ibnu Bajjah telah meninggal dunia pada usia yang masih muda akibat diracuni oleh mereka yang berperasaan dengki dan khianat terhadapnya, beliau menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1138 M. Ibnu Bajjah pemikirannya telah meletakkan tapak yang kukuh terhadap perkembangan ilmu dan filsafat di bumi Andalusia.
B.IBNU TUFAIL
Napak Tilas
Abubacer, Ibnu Tufail atau nama asalnya Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin Muhammad Bin Tufail al-Andalus. Beliau adalah seorang Filosof, dokter dan pejabat pengadilan Arab Muslim dari Andalusia. Lahir pada tahun 1105 M di Guadix dekat Granada, Spanyol.
Sang dokter dan ilmuwan kenamaan dari Spayol Islam ini terlahir pada tahun 1105 M di Guadix, Granada. Setelah beranjak dewasa, Ibnu Tufail berguru kepada Ibnu Bajjah (1100-1138 M), seorang ilmuwan besar yang memiliki banyak keahlian. Berkat bimbingan sang guru yang multitalenta itu, Ibnu Tufail pun menjelma menjadi seorang ilmuwan besar. Beliau dikenal sebagai ahli hukum, dokter dan politikus yang handal.
Dengan mengarang ‘ Hayy Ibnu yaqthan” (hidup putra kesadaran), roman filsafat dan kisah alegori lelaki yang hidup sendiri dari sebuah pulau dan yang tanpa hubungan dengan manusia lain yang telah menemukan kebenaran dengan pemikiran yang masuk akal, namanya mulai melambung dan disegani para pemikir muslim dan non muslim.
Ibnu Tufail pernah memegang jabatan dokter pribadi kepala pemerintahan Al-Muwahidin, Abu Yakub Yusuf. Semasa hayatnya, Ibnu Tufail pernah menjabat sebagai Menteri. Selain itu Ibnu Tufail juga melibatkan dirinya dalam bidang pendidikan, pengadilan dan penulisan.
Pemikirannya
Ibnu Tufail banyak menghasilkan karya filsafat, namun tidak semua berhasil ditafsirkan dan diwariskan kepada umat Islam hingga sekarang. Ini karena beberapa karyanya sukar untuk diterjemahakan, namun buku-buku beliau banyak yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Buku hasil karya Ibnu Tufail itu ialah Hayy ibn Yaqdhan (Alive, Son of Awake). Dalam buku ini beliau mencurahkan pandangannya secara umum dengan gaya bahasa dan imajinasi yang indah. Yaqdhan juga merupakan kitab yang paling indah yang dihasilkan oleh seorang ahli filsafat Islam yang se-abad dengannya. Dalam buku tersebut beliau mencoba menerangkan bagaimana manusia mampu mengenali Tuhan, yang dilakukan dengan melakukan pengkajian terhadap alam sekitar.
Melalui karakter yang dibawa dalam buku ini, Ibnu Tufail merangkai satu filsafat melalui tahap pemikiran yang ada pada manusia. Hayy Ibn Yaqdhan yang hidup di sebuah pulau di Khatulistiwa dengan menggunakan gambaran percampuran empat unsur penting dalam kehidupan manusia yaitu panas, sejuk, basah, dan kering. Beliau menceritakan Hayy yang hidup di tempat yang terpencil dan mampu mempertahankan setiap aktifitas kehidupannya dengan baik karena penggunaan kemampuan akal dan bantuan panca indera dengan baik. Karakter yang diperkenalkan oleh Ibnu Tufail ini dianggap sebagai karakter luar biasa dalam karya filsafat yang dihasilkan oleh ahli filsafat sebelumnya.
Karakter Hayy Bin Yaqdhan yang dikemukakan oleh Ibnu Tufail adalah karakter yang tidak pernah mengenali ibu bapanya, tetapi Ibnu Tufail telah melengkapi karakter ini dengan alam yang telah mengaruniakan seekor kijang yang menyusui dan memberikan makan. Setelah menjangkau usia dewasa, Ibnu Tufail telah mengarahkan pandangan Hayy Bin Yaqdhan terhadap perkara yang ada di sekelilingnya. Bermula dari itu, Ibnu Tufail telah membahasakan tentang kejadian dan rahasia perubahan yang berlaku di sekelilingnya.
Dalam pandangan beliau, di balik alam terdapat sebab yang tersembunyi yang merubah dan menbentuknya. Karakter Hayy Bin Yaqdhan yang diperkenalkan oleh Ibnu Tufail yang selalu membahas serta menganalisis, sehingga Hayy Bin Yaqdhan ini mampu mengetahui bahwa kebahagian dan kesengsaraan manusia itu bergantung kepada hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu dengan agama. Sebagai tokoh filsafat islam, Ibnu Tufail ingin memberitahu kepada pembaca karyanya bahwa pegangan agama amat penting dalam kehidupan harian. Karakter inilah yang menbantu pembaca memahami pemikiran filsafat Ibnu Tufail.
Novel karya Ibnu Tufail yang berjudul Hayy ibn Yaqdhan ternyata mampu mengguncang ranah sastra dunia Barat. Novel yang ditulisnya itu begitu digemari dan dikagumi masyarakat Eropa. Tidak heran jika novelnya itu menjadi best seller di seluruh Eropa Barat pada abad ke-17 dan abad ke-18. Hasil karyanya dalam bidang filsafat juga memiliki pengaruh yang mendalam terhadap filsafat Islam klasik dan filsafat modern Barat. Karyanya telah turut menggerakkan kaum intelektual Eropa untuk melakukan gerakan pencerahan. Pemikiran Ibnu Tufail telah mencerahkan sejumlah ilmuwan penting Eropa, seperti Thomas Hobbes, John Locke, Isaac Newton, dan Immanuel Kant.
Karya Besar
Peradaban modern sangat berutang budi kepada Ibnu Tufail. Baik peradaban Islam maupun Barat telah merasakan sumbangan penting yang diberikan Ibnu Tufail. Sang dokter sekaligus filosof kenamaan dari Spanyol Muslim itu telah berkontribusi besar memajukan peradaban lewat karya-karya besarnya. Sejarah mencatat, Ibnu Tufail telah berjasa dalam beberapa bidang, antara lain filsafat, sastra, kedokteran, dan psikologi. Inilah sumbangan penting Ibnu Tufail bagi kemajuan sains dan sastra.
Filsafat dan sastra, Ibnu Tufail sangat populer lewat novel filosofis bertajuk Hayy bin Yaqdhan. Sedangkan, dalam bidang filsafat, ia begitu termasyhur lewat bukunya yang dikenal masyarakat Barat dengan judul Philosophus Autodidactus. Dalam Hayy Ibn Yaqthan, Ibnu Tufail mencoba menghidupkan pendapat Mu’tazilah bahwa akal manusia begitu kuatnya sehingga ia dapat mengetahui masalah-masalah keagamaan seperti adanya Tuhan.
Ibnu Tufail banyak dipengaruhi pemikiran-pemikiran Avicenna (Ibn Sina) dan pemikiran-pemikiran Sufi. Ibnu Tufail banyak mengangkat karakter yang sebelumnya sempat diangkat Ibnu Sina. Buku lainnya yang ditulis Ibnu Tufail adalah Philosophus Autodidactus. Karya besarnya dalam bidang filsafat itu merupakan respons Ibnu Tufail terhadap ketidaklogisan filosofi Al-Ghazali yang bertajuk The Incoherence of the Philosophers. Pada abad ke-13, Ibnu Al-Nafis kemudian menulis Al-Risalah al- Kamiliyyah fil Siera al-Nabawiyyah atau dikenal sebagai Theologus Autodidactus di Barat. Risalah itu merupakan respons terhadap Philosophus Autodidactus karya Ibnu Tufail.
Ibnu Tufail banyak menghasilkan filsafat termasuk mengenai ilmu metafisik, matematika, dan sebagainya. Beliau melihat alam yang dihuni manusia ini sebagai baru yang ditabir oleh tuhan Yang Satu dan berkuasa penuh, dalam diri manusia pula terdapat roh yang menjadi sumber asas kehidupan mereka di muka bumi ini. Filsafat Ibnu Tufail bukan saja berdasarkan metafisik tetapi juga sains, seperti fisika, contohnya beliau mendapati lapisan udara yang tinggi lebih sejuk dan tipis daripada lapisan rendah disebabkan kepanasan berlaku di lapisan permukaan bumi bukannya di ruang udara.
Selain itu, pemikiran filsafat Ibnu Tufail juga meliputi perkara yang berkaitan dengan masyarakat. Ibnu Tufail menyatakan, ”Sebagian masyarakat terdiri dari anggota-anggota yang malas”. Masyarakat yang digambarkan oleh Ibnu Tufail adalah mereka yang mempunyai nilai-nilai yang ada tanpa mau mencari kelebihan masing-masing. Mungkin tujuan seorang filsafat menyatakan demikian adalah untuk menaikkan semangat masyarakat yang membaca karya beliau, bahwa tidak semua masyarakat malas dan tidak berusaha untuk mempertahankan hak yang dimiliki, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Tufail.
Walaupun dikatakan Ibnu Tufail tidak mempunyai pengikut, namun beliau mempunyai anak murid, Ibnu Bajjah merupakan anak murid Ibnu Tufail namun anak muridnya ini tidak mengikuti sepenuhnya filsafat yang dibahawa oleh gurunya, namun dalam karya yang beliau hasilkan banyak dipengaruhi oleh filsafat anak muridnya Ibnu Bajjah. Hal ini dapat diperhatikan pada pertengahan buku ‘hayy bin yaqdhan” yang membawa pesan yang sama dengan kitab yang dihasilkan oleh Ibnu Bajjah yaitu Mutawwihid.
Ibnu Tufail juga mudah menerima pandangan serta pemikiran ahli-ahli filsafat Islam yang contohnya Al-Farabi dan beberapa ahli filsafat islam yang lain dengan baik. Namun demikian Ibnu Tufail tidak menerima bulat-bulat setiap saran yang dibawa oleh ahli-ahli filsafat ini. Sebaliknya beliau mengkaji dan meneliti dengan lebih terperinci terlebih dahulu pandangan filsafat tersebut.
Kedokteran Dunia kedokteran Spanyol Islam dikenal sebagai pusat bedah kedokteran dan anestesi. Dari Spanyol Islam-lah, bidang kedokteran itu berkembang. Sebagai seorang dokter terkemuka di Andalusia, Ibnu Tufail juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang turut mendukung pembedahan dan autopsi mayat. Dukungannya itu dtuangkan dalam novelnya.
Psikologi Dalam studi psikologi, Ibnu Tufail menyumbangkan pemikirannya lewat argumen tabula rasa. Tabula rasa secara epistemologi dipahami sebagai seorang manusia yang lahir tanpa isi mental bawaan. Dengan kata lain, manusia itu kosong. Seluruh sumber pengetahuan itu diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat indranya terhadap dunia di luar dirinya.
Sebelum menghembuskan nafas yang terakhir pada 1185 M, Beliau tetap aktif dalam masyarakat juga dalam bidang pemerintahan kenegaraan. Ini berbeda dengan kebanyakan ahli filsafat yang suka mengasingkan diri apabila mengjangkau usia yang lanjut. Filsafat pemikiran yang dibawa oleh Ibnu Tufail dapat dipelajari sehingga kini. Walaupun hanya satu filsafat yang tersohor namun karya tersebut dapat mengharumkan nama beliau di kalangan tokoh-tokoh filsafat Islam. Pemikiran yang dibawa melalui kitab Hayy bin Yaqdhan dapat mengorek pemikiran pembaca-pembaca filsafat bahwa pentingnya penggunaan akal dan pancaindera dalam kehidupan harian walaupun pelbagai rintangan dan dugaan yang terpaksa dihadapi dan tidak mensia-siakan kelebihan tersebut.
C.IBNU RUSHD
Napak Tilas
Averroes, Ibnu Rushd Abu Walid Muhammad Ibnu Ahmad adalah ahli filsafat, kedokteran, matematika, teologi, astronomi, geografi dan sains. Beliau merupakan fuqoha mazhab Maliki. Dilahirkan di Spanyol pada tahun 1126 M dan meninggal dunia tahun 1198 di Maghribi. Beliau adalah ahli filsafat yang paling agung yang pernah dilahirkan dalam sejarah Islam. Pengaruhnya bukan saja berkembang luas di dunia Islam, tetapi juga di kalangan masyarakat di Eropa. Di Barat, beliau dikenal sebagai Averroes dan bapa faham sekularisme. Beliau lahir dalam keluarga yang berilmu dan ternama. Selain itu, beliau telah berguru dengan Ibnu Zuhr yang kemudian menjadi sahabat karibnya. Ibnu Rushd mempelajari ilmu fiqh dan kedokteran dari sahabatnya yang juga merupakan tokoh kedokteran yang terkenal di Spanyol (Ibnu Zuhr) yang pernah bertugas sebagai dokter istana di Andalusia. Selain itu, Ibnu Rushd juga telah dilantik menjadi hakim di Sevilla pada tahun 1169 dan dua tahun kemudian beliau dilantik menjadi hakim di Cordova.
Pemikirannya
Beliau telah banyak menyumbangkan jasanya dalam bidang filsafat dan telah menyelesaikan banyak masalah berkenaan dengan perdebatan antara ahli filsafat yang lain mengenai ilmu Allah. Sumbangan Ibnu Rushd bukan hanya itu, bahkan dalam berbagai bidang lain di antaranya, kedokteran, ilmu kalam, falak, fiqh, musik, kajian binatang, tata bahasa, dan nahwu. Sebelum meninggal dunia, beliau telah menghasilkan bukunya yang terkenal Al-Taysir yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Inggeris dengan judul Faclititation of Treatment.
Salah satu sifat Allah yang menjadi perdebatan hebat antara Mutakallimin dengan ahli filsafat muslim ialah sifat “ilmu”. Perdebatan mengenai “ilmu” Allah inilah yang menyebabkan Al-Ghazali mengkafirkan ahli filsafat yang mengatakan Allah itu hanya mengetahui secara keseluruhan saja dan tidak mengetahui secara mendalam. Ibnu Rushd atau dikenal sebagai Averroes (1126-1198 M) mencoba menyelesaikan polemik ini dengan mengambil pemikiran filsafat dan teologi Islam. Beliau dengan jelas mengatakan bahwa “Allah mempunyai ilmu karena ilmu adalah salah satu daripada sifat kesempurnaan-Nya. Seterusnya, ilmu Allah itu adalah abadi dan kekal selama-lamanya”. Beliau berkata demikian karena beliau tidak membedakan zat Allah dengan sifat-Nya. Hal ini karena Allah dan sifat ilmu-Nya itu adalah satu. Oleh karena zat Allah itu qadim3 maka sifat-Nya juga adalah qadim.
Ibnu Rushd dengan pendapatnya yaitu, “Allah mempunyai ilmu” telah mengutarakan dua alasan untuk menyokong pendapatnya itu. Alasan pertama yang diberikannya adalah sifat ilmu yang dimiliki oleh Allah itu dinyatakan di dalam al-Quran dalam banyak ayat. Contohnya ayat al-Quran yang artinya :
“Dan di sisi Allah jualah anak kunci perbendaharaan segala yang ghaib, tiada siapa yang mengetahuinya melainkan Dia saja; dan Ia mengetahui apa yang di darat dan di laut, dan tidak gugur sehelai daun pun melainkan Ia mengetahuinya; dan tidak (gugur) sebutir biji pun dalam kegelapan malam bumi, dan tidak (gugur) yang basah dan yang kering melainkan (semuanya) ada (tertulis) dalam kitab (Lauh mahfuz) yang nyata dan terang.” (QS. Al-An’am [6]:59)
Alasan kedua yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd ialah berdasarkan fenomena-fonomena yang wujud di dunia ini yang boleh dilihat dengan mata kepala. Contohnya ayat al-Quran yang artinya :
“Tidakkah Allah yang mencipta makhluk itu mengetahui (segala-galanya)? Sedangkannya Dia amat halus urusan tadbirnya dan mendalam pengetahuan-Nya. (QS. Al-Mulk [67]:14)”
Berdasarkan potongan ayat di atas Ibnu Rushd menghubungkan pengalaman kita dengan alam semesta ini, dan menggunakannya sebagai bukti bahwa Allah itu mempunyai ilmu. Beliau berpendapat bahwa semua makhluk yang kita lihat mempunyai penyusunan dan kerjasama yang wujud dalam semua bagian. Hal ini menunjukkan bahwa perkara ini tidak berlaku dengan sendirinya, tetapi sebaliknya menunjukkan adanya sesuatu yang menyusun segalanya itu, dan sudah semestinya sesuatu itu mestilah yang berilmu.
Oleh karena itu, Allah sebagai Pengarah semua yang wujud mestilah mempunyai ilmu, dan ilmu-Nya itu mestilah yang paling sempurna seperti zat-Nya juga. Selain itu, Ibnu Rushd memberi perbincangan yang luas mengenai “ilmu” Allah dalam bukunya Tahafut al-Tahafut dan Tafsir Ma Bad al-Tabiah. Dalam bukunya, Ibnu Rushd menyokong pendapat ahli filsafat yang menyatakan bahawa Allah tidak mengetahui perkara lain selain daripada zat-Nya saja. Beliau memberikan beberapa alasan guna menyokong pandangannya itu, yaitu tidak ada potensi pada zat Allah dan zat Allah itu adalah sesuatu yang ”wajib al-wujud” yang tidak sesekali menerima sembarang perubahan.
Berdasarkan alasan-alasan yang diberikan oleh Ibnu Rushd di atas, kita mengetahui bahwa Allah hanya mengetahui zat-Nya saja. Masalah ini melahirkan dilema dalam fikiran kita, dan untuk menyelesaikan dilema ini, Ibnu Rushd menjelaskan hal ini secara teliti dan berhati-hati sekali melalui ungkapan, “Prinsip pertama (Allah) tidak mengetahui perkara lain selain zat-Nya”. Ungkapan itu bermaksud Allah mengetahui semua perkara karena ilmu-Nya itu adalah sebab kewujudan semua perkara. Contohnya, manusia dan kepanasan, di mana manusia yang hanya mengetahui panasnya api tidak boleh dikatakan dia bodoh mengenai tabi’at kepanasan objek panas karena ia mengetahui tabi’at panas itu dengan sebab ia merasa panas. Oleh karena itu, melalui perspektif yang sama Zat Yang Pertama (Allah) mengetahui sesuatu yang maujud dengan zat-Nya sendiri. Beliau menerangkan lagi bahwa Allah itu bukanlah jahil tentang makhluk karena Allah adalah sebagai sumber segala maujudat, dan dengan mengetahui zat-Nya sendiri sudah cukup untuk Allah mengetahui objek lain.
Seterusnya Ibnu Rushd menegaskan, bahwa kekeliruan yang berlaku mengenai ilmu Allah ini adalah disebabkan berlakunya qiyas antara ilmu qadim (ilmu Allah) dengan ilmu baru (ilmu manusia) dan qiyas seperti ini menurut beliau adalah salah. Beliau menjelaskan bahwa kita tidak boleh berkata bahwa Allah mengetahui sesuatu di alam ini sama ada dengan ilmu baru atau ilmu qadim, karena merupakan bid’ah dalam islam. Islam melarang perbincangan mengenai ilmu Allah dalam bentuk dialektik (cara berfikir yang logik) karena di khawatirkan akan menyimpangkan akidah seseorang. Beliau menyatakan lagi bahwa ilmu Allah dan ilmu manusia adalah berbeda karena ilmu Allah sebab wujudnya maujudat manakala ilmu manusia adalah disebabkan maujudat.
Karya Besar
Ibnu Rushd terkenal dengan terjemahan hasil kerja Aristoteles yang dilupakan barat. Melalui terjemahan dari bahasa latin oleh Ibnu Rushd pada awal abad ke-12, pengetahuan yang ditinggalkan oleh Aristoteles mulai diketahui ramai di barat.
Hujjah Ibnu Rushd dalam The Decisive Treatise menjustifikasi pembebasan sains dan filsafat dari aliran rasmi mazhab Ash'ari. Ini menyebabkan sebagian sarjana menganggap Ibnu Rushd sebagai bapa faham sekularisme di Eropa barat.
Ibnu Rushd menterjemah dan memberi komentar hasil kerja Aristoteles selama hampir tiga dekade. Beliau banyak mempengaruhi filsafat dunia Islam. Dalam hasil kerjanya Fasl al-Maqal (The Decisive Treatise), beliau menekankan pentingnya berpikir secara analitikal untuk menterjemah Qur’an dan ini bertentangan dengan pandangan konservatif ulama Islam di mana penekanan penafsiran Qur’an diletakkan kepada sumbernya seperti hadits.
Pembicaraan filsafat Ibnu Rushd banyak tertumpu pada persoalan yang berkaitan dengan metafisika, terutama ketuhanan. Beliau telah mengemukakan idea yang jelas, dan melakukan pembaharuan semasa membuat uraian mengenai perkara tersebut.
Hasil pemikiran yang dimuat dalam tulisannya, terutamanya dalam bidang filsafat, telah mempengaruhi ahli filsafat Barat. Dua orang ahli filsafat Eropa, Voltaire dan Rousseau dikatakan bukan sekedar terpengaruh oleh filsafat Ibnu Rusyd, tetapi memperoleh ilham setelah membaca karyanya.
Pemikiran Voltaire dan Rousseau telah mencetuskan era Renaissance di Perancis sehingga merobah wajah Eropa keseluruhannya sebagaimana yang ada pada hari ini. Masyarakat Barat sebenarnya terhutang budi kepada Ibnu Rusyd karena pemikirannya, secara langsung ataupun tidak, telah mencetuskan revolusi di benua Eropa.
Dapat disimpulkan bahwa Ibnu Rushd menerangkan secara teliti berkenaan dengan ilmu Allah yang sebelum ini membawa kekeliruan kepada ahli filsafat yang lain. Seterusnya, Ibnu Rushd membuat ringkasan kesimpulan mengenai perbincangan tentang ilmu Allah adalah seperti berikut. Pertama, terdapat beberapa kekeliruan yang kadang-kadang amat ketara jika ilmu Allah ditinjau dari sudut ilmu filsafat. Kedua, satu jalan yang dapat mengatasi kekeliruan itu ialah umat Islam khasnya golongan massa, tidak perlu membincangkan secara mendalam dan panjang lebar tentang ilmu Allah karena dikhawatirkan akan menyesatkan dan menyimpangkan mereka hingga membawa kepada syirik. Ibnu Rushd menyatakan lagi bahwa cukuplah sekadar apa yang diterangkan di dalam al-Quran dan al-Hadits.
Ibnu Rusyd (1126-1198), Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah al-Kulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas jaringan-jaringan dalam kelopak mata juga teori-teori umum mengenai obat-obatan, dan dapat mengamati bahwa tidak seorang pun dapat terkena cacar. Bukunya dalam bidang fikih adalah Bidayatul Mujtahid4.
Granada adalah benteng terakhir kaum muslimin di Andalusia (Spanyol) yang jatuh ke tangan bangsa Eropa yang kafir. Semoga Islam kembali memimpin dunia. Mencerahkan dan menjadi “rahmatan lil ‘alamin”. Islam yang memberikan masa depan dunia dengan lebih cerah. Kita harus berjuang untuk membela Islam dan menegakkannya dalam naungan Khilafah. Metode Dakwah yang dilakukan oleh Umat islam di Spanyol di antaranya :
1.Dengan penaklukan wilayah, di mana perang dalam islam memiliki tiga prinsip, yaitu keadilan, kasih sayang, dan pemenuhan perjanjian.
2.Melalui ilmu pengetahuan
3.Melalui syair dan musik, yang pada saat itu menjadi salah satu ciri tingginya peradaban Spanyol
4.Banyak ilmuwan yang juga ulama yang senantiasa mendakwahkan ilmu-ilmu keislaman
5.Membangun masjid, sebagai tempat pembinaan dan kegiatan umat.
Interior dan Exterior Masjid Kordoba atau mezquita, peninggalan
dari Al-Andalus yang kini dijadikan katedral Katolik Roma
6.Dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang menyimpan buku-buku ilmu pengetahuan.
7.Munculnya filosof –filosof islam, seperti Ibnu Rusyd, Ibnu Arabi, dll
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Cet. VI. 1996
Leaman Oliver, Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1989.
Mustofa, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Nasution Harun, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 2008.
Siddiqi, Amir Husain. Studies In Islamic History, Edisi Indonesia, Alih Bahasa : H.M.J. Irawan. Al-Ma’arif, Bandung. 1985
Sudarsono, Filsafat Islam, Jakarta: Sineka Cipta, 2004
http://ms.wikipedia.org diakses tanggal 24 April 2009
http://mediabilhikmah.multiply.com diakses tanggal 24 April 2009
http://www.republika.co.id, diakses tanggal 24 April 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar