Minggu, 28 November 2010

Kaidah Wujuh (banyak makna) – Nazha’ir (satu makna) & Kaidah Isim (kata benda) - Fi’il (kata kerja)

-ibn akhdhar-

Kaidah Wujuh (banyak makna) – Nazha’ir (satu makna)

Wujuh adalah satu kata yang mempunyai banyak makna, sedangkan nazha’ir adalah kata yang hanya mempunyai satu makna yang tetap.
Muqatil bin Sulaiman meriwayatkan yang disandarkan kepada Nabi : “Seseorang tidak akan benar-benar paham Al-Qur’an sebelum dia mengetahui makna yang beragam (wujuh) dari Al-Qur’an”.
Ibnu ‘Asakir meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Hammad Zaid, dari Ayyub, dari Abu Qalabah, dari Abu Darda’ : ”Sesungguhnya engkau tidak akan benar-benar paham Al-Qur’an sebelum engkau mengetahui makna-makna Al-Qur’an dalam berbagai ragam”.
Diantara lafazh-lafazh yang termasuk dalam kategori wujuh adalah kata “al-huda”. As-Suyuthi mengemukakan tujuh belas arti kata tersebut dalam berbagai tempat sebagai berikut :
1. Tsabat, tetap teguh
“Teguhkanlah kami pada jalan yang lurus” (QS Al-Fatihah [1] :6).
2. Al-bayan, menjelaskan
“Merekalah yang berada dalam penjelasan tuhan dan mereka yang akan berhasil” (QS Al-Baqarah [2] : 5).
3. Ad-dien, agama
“Katakanlah, ‘Agama yang benar ialah agama’ “. (QS [3] : 73).
4. Iman
“Dan Allah menambah keimanan kepada mereka yang telah dikaruniai iman” (QS [19] : 76).
5. Ad Du’a, seruan
“Dan orang-orang kafir berkata : “Mengapa tidak diturunkan kepadanya sebuah ayat dari Tuhannya ?” Tetapi engkau adalah seorang pemberi peringatan, dan pada setiap golongan ada seorang penyeru” (QS [13] : 7).
6. Rasul dan kitab
“Kami berfirman : “Turunlah kamu sekalian dari sini. Maka apabila datang kepadamu Rasul dan kitab Aku, siapapun mengikuti Rasul dan kitab-Ku tak ada kekhawatiran dan tak perlu sedih” (QS [2] : 38).
7. Al-Ma’rifah, pengetahuan
“Dan dia memancangkan diatas bumi gunung-gunung supaya tidak menggoyangkan kamu dan sungai-sungai serta lorong-lorong supaya kamu mendapat petunjuk. Dan rambu-rambu dan dengan bintang-bintang mereka mengetahui” (QS [2] : 159).
8. Nabi Muhammad
“Mereka menyembunyikan segala keterangan (ayat-ayat) dan Nabi yang kami turunkan setelah dijelaskan dalam kitab kepada manusia, mereka mendapat laknat Allah dan laknat mereka yang berhak melaknat.” (QS [2] : 159).
9. Al-Qur’an
“Itu hanya nama-nama yang kamu buat-buat sendiri, kamu dan moyang kamu, Allah tidak memberi kekuasaan itu. Apa yang mereka ikuti hanyalah dugaan dan yang menyenangkan nafsu sendiri. Padahal Al-Qur’an dari Tuhan sudah sampai kepada mereka.” (QS [53] : 23).
10. Taurat
“Dahulu telah kami berikan kepada Musa Taurat. Dan kami wariskan Kitab itu kepada Bani Israil.” (QS [40] : 53).
11. Al-Istirja’, mohon perlindungan
“Mereka berkata, bila ditimpa musibah “Inna lillahi wa ‘inna ilaihirojiun” Kami milik Allah dan kepadaNya pasti kami kembali. Mereka itulah yang mendapat karunia dan rahmat dari Tuhan dan mereka itulah yang memohon perlindungan” (QS Al-Baqarah [2] : 156-157).
12. Al Hujjah, argumen
“Tidakkah tergambar olehmu orang yang berdebat dengan Ibrahim tentang Tuhannya karena ia telah diberi kekuasaan ? Ibrahim berkata , “Tuhanku Yang menghidupkan dan Yang mematikan.” Ia berkata : “Akulah yang membuat hidup dan membuat mati.” Ibrahim berkata, “Tapi Allah Yang menyebabkan matahari terbit dari Timur. Terbitkanlah kalau begitu, dari Barat.” Orang yang ingkar itu terkejut. Allah tidak memberi argumen kepada orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah [2] : 156-157).
13. Tauhid
“Mereka berkata, “Jika kami akan mengikuti ajaran tauhid bersamamu, tentulah kami akan diusir dari tanah kami”. (QS [28] : 57).
14. Sunnah, pedoman perilaku
“Ataukah sudah Kami beri kitab kepada mereka sebelum itu, lalu mereka jadikan pegangan ? Bahkan mereka berkata, “Kami sudah melihat leluhur kami sudat menganut suatu agama, dan kami berpedoman pada mereka.” (QS [43] : 21-22).
15. Al-ishlah, pembenaran
“Itulah supaya ia tahu bahwa aku tidak mengkhianatinya ketika ia tak ada, dan Allah tidak membenarkan tipu muslihat para pengkhianat.” (QS [12] : 52)
16. Ilham
“Ia berkata : “Tuhan kami ialah Yang telah memberikan setiap suatu (ciptaan) bentuk dan kodratnya, kemudian mengilhaminya.” (QS [20] : 50)
17. Taubat
“Dan tetapkanlah untuk kami kehidupan yang baik, didunia dan diakhirat. Sungguh kami bertobat kepadaMu, Ia berfirman, “Azabku akan menimpa siapa-siapa yang Kukehendaki dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Dan akan Kutetapkan (rahmatKu) untuk mereka yang bertaqwa dan yang mengeluarkan zakat serta mereka yang beriman kepada ayat-ayat kami.” (QS [7] : 156)
Kata-kata lain yang termasuk wujuh adalah su’, shalat, rahmah, fitnah, ruh, dzikr, din, du’a.
Sedangkan contoh nazha’ir adalah kata “al-barru” yang selalu bermakna darat dan “al-bahru” yang selalu bermakna laut. Misalnya dalam ayat :
1. QS Al-An’am [6] : 59
“Dia mengetahui apa yang didarat dan dilaut.”
2. QS Yunus [10] : 22
“Dialah yang memungkinkan kamu menjelajahi daratan dan lautan.”
3. QS Al-Isra’ [17] : 70
“Kami telah memberi kehormatan kepada anak-anak Adam; Kami lengkapi mereka dengan sarana angkutan di darat dan di laut.”
Fenomena wujuh dalam Al-Qur’an merupakan fenomena kewahyuan, dimana seorang pembaca Al-Qur’an akan mendapatkan bahwa ayat-ayatnya menampakkan ‘wajah’ nya dari perpekstif dan latar belakang ia membacanya, seperti permukaan berlian yang memberikan cahaya yang beragam dari semua sudut pandang yang berbeda-beda.

Kaidah Isim (kata benda) - Fi’il (kata kerja)

Menurut As Suyuthi, isim menunjukkan tetapnya keadaan dan kelangsungannya. Sedangkan fi’il menunjukkan timbulnya sesuatu yang baru dan terjadinya suatu perbuatan. Masing-masing kata tersebut mempunyai tempat tersendiri yang tidak bisa dipertukarkan satu dengan yang lain untuk tetap menghadirkan makna yang sama. Hakikat makna yang dikandung ayat berbeda, dengan perkataan kata yang digunakan.
A. Beberapa contoh ayat yang menggunakan isim :
1. QS Al-Kahfi [18] : 18 :
“Engkau mengira mereka bangun, padahal mereka tidur dan kami bolak-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri; anjing mereka merentangkan kedua kaki depannya diambang pintu. Kalau engkau melihat mereka, tentu engkau akan berbalik lari dari mereka dan penuh rasa takut”.
Ayat tersebut menggambarkan tentang keadaan anjing ashabul kahfi ketika tidur didalam gua. Anjing itu dalam keadaan kaki terentang selama mereka tidur. Keadaan demikian diungkapkan dengan menggunakan isim (kata benda), tidak dengan fi’il (kata kerja). Penggunaan isim tersebut lebih menggambarkan tetapnya keadaan anjing sepanjang waktu itu.
2. QS Al Hujurat [49] : 15 :
“Orang-orang yang mukmin ialah yang beriman kepada Allah dan RasulNya dan tak pernah ragu berjuaang di jalan Allah dengan harta dan nyawa. Mereka itulah orang-orang yang tulus hati”.
Iman adalah hakikat yang harus tetap berlangsung atau ada, selama keadaan menghendaki, seperti halnya ketaqwaan, kesabaran dan sikap syukur. Penggunaan isim mu’minun menggambarkan keadaan pelakunya yang terus berlangsung dan berkesinambungan. Ia tidak terjadi secara temporer. Mukmin adalah sebutan untuk orang yang keberadadannya senantiasa diliputi iman.
B. Beberapa contoh ayat yang menggunakan fi’il :
1. QS Al-Baqarah [2] : 274 :
“Mereka yang menyumbangkan harta, siang dan malam, dengan sembunyi atau terang-terangan, pahala mereka pada Tuhan. Mereka tak perlu khawatir dan tak perlu sedih”.
Kata yunfiqun (meng-infaq-kan) pada ayat diatas menunjukkan keberadaannya sebagai tindakan yang bisa ada dan bisa juga tidak, sebagai sesuatu yang temporal. Manakala seseorang melakukan pekerjaan ituia berolah pahala dan jika meninggalkan ia tidak memperolah pahala.
2. QS Asy-Syu’ara’ [26] : 78-82 :
“Yang menciptakan aku, dan Dialah Yang membimbingku; Yang memberi aku makan dan minum. Dan bila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku; Yang akan membuatku mati, dan kemudian menghidupkan aku (kembali). Dan kuharapkan mengampuni dosa-dosaku pada hari perhitungan”.
Isim khalaqa dalam ayat tersebut menunjukkan telah terjadi dan selesainya penciptaan pada waktu yang lampau, sedang fi’il yahdi dan lain-lainnya dalam rangkaian ayat tersebut menunjukkan terus berlangsungnya perbuatan itu waktu demi waktu berangsur-angsur hingga sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar