Senin, 29 November 2010

DA’I DALAM KEHIDUPAN KELUARGA

-ibn akhdhar-

Setelah Muhammad saw, menerima wahyu pertama di Gua Hiro, kemudian beliau resmi diangkat sebagai Nabi dan Rasul Allah. Setelah itu turun wahyu untuk mengajak orang lain terhadap islam yang kemudian dinamakan dengan fase dakwah sirriyah (sembunyi-sembunyi), beliau pertama kali mengajak istrinya yakni Siti Khadijah ra, beliau pun beriman. Kemudian kepada sahabat karibnya yakni Abu Bakar ra, kemudian kepada Ali Bin Abi Thalib ra. sepupunya, dan Zaid bin Haritsah ra, anak angkatnya, mereka pun beriman. Melalui Abu Bakar ra, masuk islamlah Utsman bin Affan ra, Thalhah bin Ubaidilah ra, Sa’ad bin Abi Waqash ra, dan Abdurrahman bin Auf ra. Rasulullah saw, mengokohkan keimanan dan kesabaran mereka dengan melakukan pembinaan (tarbiyah), agar kelak mereka siap untuk berdakwah kepada orang-orang yang tidak sabar dan cenderung menolak dakwahnya. Pembinaan tersebut dilakukan di rumah salah seorang sahabat, yakni Arqom bin Abil Arqom Al-Makhzumi ra,. Mereka dibina oleh Rasulullah saw, tentang tsaqofah islamiyah, yang meliputi tsaqofah jasmaniyah, tsaqofah ruhiah, dan tsaqofah ilmiyah.
Dari prespektif Sosiologi, tujuan dakwah yaitu membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik dan lebih maju daripada keadaan sebelumnya. Menurut para ahli sosiologi, teori tentang kemajuan selalu menyangkut dua lokus perkembangan. Pertama, perkembangan dalam struktur atas atau kesadaran manusia tentang diri sendiri dan alam sekelilingnya. Kedua, perkembangan struktur bawah atau kondisi sosial dan material dalam kehidupan manusia. Dengan adanya dakwah yang dilakukan dengan terencana dan rapi serta dilakukan terus-menerus, maka mad’u (umat) akan masuk ke dalam suatu keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelum mereka menerima dakwah.
Berikut ini prinsip dakwah Nabi Muhammad saw, yang juga menjadi faktor keberhasilan dakwah beliau saw, :
1. Mengetahui keadaan medan (mad’u), melalui penelitian, dan perenungan
2. Melalui perencanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan masyarakat
3. Bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum
4. Melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindari situasi yang negatif untuk meraih situasi yang lebih positif
5. Melalui syiar ajaran dan pranata islam, antara lain melalui khutbah, adzan, iqamah, dan shalat berjamaah, ta’awun, zakat, dll
6. Melalui musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Quinuqa
7. Melalui cara dan tindakan yang akomodatif, toleran, dan saling menghargai
8. Melalui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan pengertian
9. Menggunakan bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakatnya (ala qadri uqulihim)
10. Melalui surat, sebagaimana telah dikirimkan kepada penguasa-penguasa
11. Melalui uswah hasanah dan syuhada ‘alannaas, dan melalui peringatan, dorongan dan motivasi (tarhib wa targhib)
Menurut Syukriadi Sambas, tujuan dakwah islam, yang merujuk pada Al-Qur’an sebagai kitab dakwah, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Merupakan upaya mengeluarkan manusia dari kegelapan hidup (zhulumat) pada cahaya kehidupan yang terang (nur). (QS. Al-Baqarah, 2: 257)
2. Menegakkan sibghah Allah (celupan hidup dari Allah) dalam kehidupan makhluk Allah. (QS. Al-Baqarah, 2: 138)
3. Menegakkan fitrah insaniah. (QS. Ar-Rum, 30: 30)
4. Memproporsikan tugas ibadah manusia sebagai hamba Allah. (QS. Al-Baqarah, 2: 21), (QS. An-Nisa, 4: 36), (QS. At-Taubah, 9: 31), dan (QS. Adz-Dzariat, 51: 56)
5. Mengestafetkan tugas kenabian dan kerasulan. (QS. Al-Hasyr, 59: 7)
6. Menegakkan aktualisasi pemeliharaan agama, jiwa, akal, generasi, dan sarana hidup. (QS. Asyuura, 42: 13), (QS. Ash-Shaaf, 61: 14)
7. Perjuangan memenangkan agama Allah atas agama lain,dengan pengamalan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas manusia. (QS. Al-Anfal, 8: 39), (QS. Ash-Shaaf, 61: 9)





PEMBAHASAN
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta, kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota", "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. Penekanan dengan penyampaian dan penyebaran da’wah, baik secara rahasia ataupun secara terang-terangan, dimulai dari keluarga terdekat, sebagai penyelamatan manusia dari kesesatan kepada petunjuk yang terang, mengeluarkan umat manusia dari kegelapan jahiliyah kepada cahaya Islam yang terang benderang.
Terciptanya khairul bariyyah dan khairul ummah adalah tujuan dilakukannya dakwah islam yang utama. Karena pembinaan individu harus bersamaan dengan pembinaan masyarakat, maka keduanya saling menunjang. Pribadi-pribadi tersebut menunjang terjadinya masyarakat dan masyarakat pun mewarnai pribadi-pribadi dengan warna yang dimilikinya.
Seorang da’i haruslah mengawali pembenahan akhlaq dari rumahnya sendiri, baru setelah iru ia menyeru orang lain untuk berakhlaq mulia. Karena diakui bahwa salah satu kunci kesuksesan dakwah adalah membangun citra yang baik, baik pribadi juga keluarga. Karena umat akan memperhatikan lebih keluarga seorang pendakwah, untuk membuktikan nasehat-nasehat yang telah disampaikan pendakwah, apakah telah sesuai dengan pengamalan da’i dan keluarganya.
Dakwah dengan amal nyata akan lebih memiliki efek bagi umat, karena pesan-pesan dakwah tersampaikan dengan perilaku nyata yang mudah untuk dicontoh oleh mad’u. Mad’u utama bagi setiap da’i adalah keluarga dan kerabatnya yang terdekat, karena dengan demikian ia telah membuat model mad’u yang dapat ditiru oleh mad’u yang lebih luas. Secara ideal seorang da’i harus memiliki:
1. Keistiqomahan dalam ibadah
2. Kekuatan fisik yang prima
3. Kekuatan mental yang bagus
4. Akhlaq yang mulia
5. Kemampuan ekonomi yang memadai
6. Kebijaksanaan yang baik dan benar
7. Ketegasan yang proporsional
8. Kemampuan menejemen yang mumpuni
9. Berbudi luhur
Sejarah memberikan kita gambaran, dakwah seorang nabi sekalipun terhadap keluarganya tidak selalu berhasil, Nabi Nuh as, yang telah berdakwah selama ratusan tahun (lima abad) hanya memperoleh 70-80 pengikut yang terdiri dari orang-orang lemah dan melarat saja, bahkan anak dan istrinya pun menolak dakwah beliau. Banyak memang da’i yang kesulitan untuk berdakwah kepada keluarganya, alasan yang sering muncul adalah karena keluarga telah mengetahui kekurangan, kebiasaan buruk dari pribadi da’i sehingga mereka sulit menerima pesan kebaikan da’i. Sehingga perlu kiranya setiap da’i juga membina citranya di dalam keluarganya, jaga perilaku meski di dalam rumahnya sendiri, sehingga anggota keluarga bisa menerima pesan dakwah yang disampaikannya.

KESIMPULAN
Sebuah keluarga harus memiliki pondasi kefahaman agama, sehingga dalam menjalani kehidupannya senantiasa sesuai dengan tuntunan agama. Keluarga juga harus memiliki tiang keteladanan, suami terhadap istrinya, ibu dan ayah terhadap anak-anaknya, kakak terhadap adiknya, dan seterusnya. Keluarga juga hendaknya memiliki dinding kasih sayang, tidak ada kebencian dan keangkuhan. Atap sebuah keluarga hendaknya adalah saling memahami satu sama lain, sehingga hilanglah kesalah pahaman dan kecurigaan yang tidak beralasan. Dengan hal-hal tersebut sebuah keluarga mampu memperoleh kebahagiaan didunia terlebih kelak di akhirat akan disatukan di surga-Nya.






















DAFTAR PUSTAKA



Al-Qur’an dan terjemahannya

Muhyidin, Asep, dan Agus Ahmad Safei,. Metode Pengembangan Dakwah. (Bandung:Pustaka Setia, 2002).

Sambas, Sukriyadi. Sembilan Pasal Pokok-pokok Filsafat Dakwah. (Bandung: KP Hadid, 1998).

Wikipedia, “keluarga”, diakses tanggal 29 Nopember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar