Minggu, 28 November 2010

Ijaz (Kemukjizatan) Al-Qur’an & Munasabah (Korelasi)

-ibn akhhar-

Ijaz (Kemukjizatan) Al-Qur’an

Kata mukjizat berasal dari kata ‘ajaz (lemah).I’jaz dapat diartikan mukjizat, hal yang melemahkan, yang menjadikan sesuatu atau pihak lain tak berdaya. I’jazul Qur’an adalah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, baik secara terpisah maupun berkelompok-kelompok, untuk bisa mendatangkan minimal yang menyamainya. Kadar kemukjizatan Al-Qur’an itu meliputi tiga aspek, yaitu : aspek bahasa (sastra, badi’, balagah/ kefasihan), aspek ilmiah (science, knowledge, ketepatan ramalan) dan aspek tasyri’ (penetapan hukum syariat).
Muhammad Ali Ash Shabumi dalam kitab At-Tibyan menyebutkan segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an sebagai berikut :
1. Susunan kalimatnya indah.
2. Terdapat uslub (cita rasa bahasa) yang unik, berbeda dengan semua uslub-uslub bahasa Arab.
3. Menantang semua mahkluk untuk membuat satu ayat saja yang bisa menyamai Al-Qur’an, tapi tantangan itu tidak pernah bisa dipenuhi sampai sekarang ini.
4. Betuk perundang-undangan yang memuat prinsip dasar dan sebagian memuat detail rinci yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia melebihi setiap undang-undang ciptaan manusia.
5. Menerangkan hal-hal ghaib yang tidak diketahui bila mengandalkan akal semata-mata.
6. Tidak bertentangan dengan pengetahuan ilmiah (ilmu pasti, science).
7. Tepat terbukti semua janji (ramalan) yang dikhabarkan dalam Al-Qur’an.
8. Mengandung prinsip-prinsip ilmu pengetahuan ilmiah didalamnya.
9. Berpengaruh kepada hati pengikut dan musuhnya

Munasabah (Korelasi)

Munasabah adalah ilmu yang membahas korelasi urutan antar ayat Al-Qur’an dan atau antar surah Al-Qur’an. Pengetahuan tentang munasabah akan membantu memahami makna ayat Al-Qur’an. Kadang ditemukan kaitan umum atau khusus diantara ayat-ayat Al-Qur’an baik yang rasional, inderawi maupun imajinatif tanpa mengupas lafazh-lafazh menurut makna peristilahan bahasa maupun pemikiran filosofis. Sebagian besar kaitannya berkisar sekitar sebab dan musabab. Jika ayat-ayat itu tidak saling bertemu, tidak terdapat kecocokan, tentu berhadapan dengan lawannya. misalnya menyebut rahmat setelah azab, menerangkan keadaan sorga dan neraka, mengarahkan hati nurani serta membangkitkan akal pikiran dan memberikan peringatan serta mengutarakan ketentuan hukum.
Ahli tafsir sangat sedikit mengetengahkan soal-soal seperti ini, bukan hanya karena rumit semata, melainkan juga karena persoalannya dipandang oleh sebagian orang sangat tidak dibutuhkan, disamping banyak menguras tenaga dan pikiran.
Orang pertama yang membahas munasabah dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah Abu Bakar An Naisaburi (wafat 324 H). As Suyuthi berkata : “Setiap kali ia (An-Naisaburi) duduk diatas kursi, apabila dibacakan Al-Qur’an kepadanya, beliau berkata : “Mengapa ayat ini diletakkan disamping ayat ini dan apa rahasia diletakkan surat ini disamping surat ini ?”. Beliau mengkritik para ulama Baghdad lantaran mereka tidak mengetahui.”
Tindakan An-Naisaburi merupakan kejutan dan langkah barudalam dunia tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan untuk menyingkap- persesuaian, baik antar ayat ataupun antar surah, terlepas dari segi tepat atau tidaknya, segi pro dan kontra terhadap apa yang dicetuskan beliau. Satu hal yang jelas, beliau dipandang sebagai bapak ilmu munasabah.
Perkembangan selanjutnya munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ilmu-ilmu Al-Qur’an. Penulis yang membahas dengan baik masalah munasabah adalah Burhanuddin Al-Biqa’i dalam kitabnya Nazhmud Durar fi Tanasubil Ayati was Suwar.
Manfaat munasabah dalam memahami ayat Al-Qur’an ada dua yaitu :
1. Memahami keutuhan, keindahan dan kehalusan bahasa.
2. Membantu dalam memahami kutuhan makna Al-Qur’an.
Untuk menemukan korelasi antar ayat,sangat diperlukan kejernihan rohani dan pikiran agar kita terhindar dari kesalahan penafsiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar