Senin, 07 September 2009

Jadilah Manusia Sesungguhnya!


Perjalanan kehidupan semakin tidak menentu bagi sebagian orang. Tujuan dan arah yang tak tentu arah, menjadikan banyak orang bingung dalam menjalankan kehidupannya. Belum lagi cara mereka menjalani kehidupan yang tak berpedoman menjadikan hidup ini begitu tidak menarik dan membosankan. Benar dan salah kini telah semakin sumir, orang yang berbuat salah bisa jadi merasa telah berbuat benar karena banyak orang yang memakluminya dan sama sekali tidak melarang atau mengkritiknya. Sebaliknya, orang yang berbuat baik dan benar sering merasa bersalah, entah karena sikap orang padanya atau keresahan dan kekhawatirannya. Yang berbuat salah merasa tenang dan terus melakukannya. Sedangkan yang berbuat benar merasa bersalah dan akhirnya berhenti melakukannya.
Seseorang yang masuk ke dalam suatu lingkungan yang telah membudaya dan mengakar sistem yang buruk dan kotor di dalamnya, meski tadinya ia seorang yang jujur dan memilliki idealisme yang kuat, lambat laun ia akan terbawa. Kita tentu tahu, di waktu yang lalu, orang yang dikenal sebagai orang yang bersih dan berdedikasi tinggi, tapi ia kemudian menjadi narapidana korupsi setelah menjadi pejabat di salah satu lembaga. Sehingga muncul anggapan bahwa selama sistem yang salah tidak dirubah, sekuat apapun idealisme seseorang lama-kelamaan ia akan mengikuti sistem itu juga.
Cara kita menyelesaikan masalah yang tidak tepat menyebabkan masalah tak kunjung berakhir. Bagaimana bisa suatu penyakit diobati dengan obat yang salah kemudian ia bisa sembuh. Seseorang yang mengidap sakit peru, kemudian diobati dengan menggunakan obat sakit kepala tentu penyakitnya tidak akan sembuh. Entah karena kita tidak tahu penyakitnya, atau karena kita tidak tahu obetnya, atau karena kita tidak tahu keduanya.
Telah terbukti, apa yang menjadi pedoman hidup kita selama ini tidak ampuh dalam menjawab semua permasalahan kita. Akal, yang sungguh terbatas, tak akan mampu menuntun kita untuk menghadapi setiap jengkal kehidupan kita. Bukankah ilmuwan sekelas Enstein di akhir khayatnya mengakui bahwa ada kekuatan besar lain yang tak terjangkau selain manusia dengan akalnya, padahal ia seorang atheis alis tak percaya tuhan. Perasaan, sangat tidak adil bila kita melihat segalanya dengan perasaan kita. Perasaan itu subyektif, dan tidak bisa menjadi ukuran suatu kebenaran. Faham-faham buatan manusia apapun itu, sangat farsial, tidak universal juga tidak holistik. Apalagi yang dibuat oleh orang yang memiliki niat yang buruk, seperti memecah belah uamat manusia, mengkebiri kebebasan manusia dan kemuliaannya. Liberalisme, paham kebebasan, bukanlah memberikan kebebasan yang mulian bagimanusia melainkan membuat manusia bermental budak yang selalu ingin bebas dan bisa berbuat sekehendaknya. Dan pedoman-pedoman lain yang similar dengan itu semua.
Tidak semua manusia menginginkan kebaikan. Banyak manusia yang justru menginginkan keburukan, kerusakan, dan kehancuran. Meski tidak secara verbal ia ucapkan keinginannya itu, tapi apa yang ia pikirkan, yakini dan lakukan menunjukkan dan menyebabkan hal itu. Maka sangat diperlukan manusia yang menyadari hal ini, karena akibat yang akan muncul tidak hanya bagi mereka tapi akan menimpa kita juga.
Sudah saatnya kita merenungi diri dan kehidupan kita. Introspeksi setiap langkah kita. Pelajari kesalahan-kesalahan kita. Tengok sistem lingkungan kita. Lihat kembali yang menjadi pedoman kita. Apakah kebahagiaan yang sebenarnya telah kita? raih, apakah kita telah berhasil?, apakah semuanya telah berjalan benar? Jawabnya tentu sajab belum. Seekor keledai tidak heran ia akan jatuh ke dalam lubang yang sama, tapi manusia sungguh tak pantas. Kita telah dianugerahi banyak keistiw\mewaan, kelebihan yang luar biasa, maka jadilah manusia yang sebenarnya. Kembalikan segalanya pada Sang Maha Bijaksana, Ikuti pentunjuk dari Sang Penguasa alam semesta, Resapi danlaksanakan setiap titah-Nya, jauhi dan buang jauh semua larang-Nya. Jadilah manusia sesungguhnya!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar