Megah dan indah. Pesona itulah yang terpancar dari sebuah bangunan masjid berkubah . Sebagai salah satu komponen arsitektur masjid, sejatinya kubah tak sekedar menampilkan kemegahan dan keindahan belaka. Lebih dari itu, kubah juga memiliki fungsi sebagai penanda arah kiblat dari bagian luar dan menerangi bagian interior masjid.
Dalam tulisan berjudul A review of Mosque Architecture, Foundation for Science Technology Civilisation (FSTC) mengungkapkan, keberadaan kubah dalam arsitektur Islam paling tidak memiliki dua interpretasi simbolik. Yakni, merepresentasikan kubah surga dan menjadi semacam simbol kekuasaan dan kebesaran Tuhan.
Seperti halnya menara dan mihrab, secara historis kubah belum dikenal pada masa Rasulullah SAW. Arsitektur terkemuka, Prof K Cresswell dalam Early Muslim Architecture menyatakan bahwa pada desain awal masjid Madinah sama sekali belum mengenal kubah. Dalam rekonstruksi arsitekturnya, Cresswell menunjukkan betapa sederhananya masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW.
Arsitektur awal masjid Rasul berbentuk segi empat dengan dinding sebagai pembatas sekelilingnya. Di sepanjang bagian dalam dinding tersebut dibuat semacam serambi yang langsung berhubungan dengan lapangan terbuka yang berada di tengahnya. Seiring berkembangnya teknologi arsitektur, maka kubah pun muncul sebagai penutup bangunan masjid.
Kubah memang bukan berasal dan berakar dari arsitektur Islam. Itu karena memang ajaran Islam tidak membawa secara langsung tradisi budaya fisik atau Islam tidak mengajarkan secara konkrit tata bentuk arsitektur. Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk menentukan pilihan-pilihan fisiknya pada akal-budi.
Hampir semua kebudayaan mengenal dan memiliki kubah. Dari masa ke masa bentuk kubah selalu berubah-ubah. Konon, peradaban pertama yang mengenal dan menggunakan kubah adalah bangsa Mesopotamia sejak 6000 tahun yang lalu. Pada abad ke-14 SM, di Mycenaean Greeks sudah ditemukan bangunan makam berbentuk kubah (tholos tombs).
Namun, ada pula yang menyatakan bahwa kubah mulai muncul pada masa Imperium Romawi, sekitar tahun 100 M. Salah satu buktinya adalah bangunan pantheon (kuil) di kota Roma yang dibangun Raja Hadria pada 118 M - 128 M. Penggunaan kubah tercatat mulai berkembang pesat di periode awal masa Kristen.
Struktur dan bentang kubah pada waktu itu tak terlalu besar, seperti terdapat pada bangunan Santa Costanza di Roma. Pada era kekuasaan Bizantium, Kaisar Justinian juga telah membangun kubah kuno yang megah. Pada tahun 500 M, dia menggunakan kubah pada bangunan Hagia Spohia di Konstantinopel.
Lalu sejak kapan Islam mulai menggunakan kubah pada arsitektur masjid? Secara historis dan arkeologis, kubah pertama dalam arsitektur Islam ditemukan di Kubah Batu (Dome of Rock) atau yang biasa dikenal sebagai Masjid Umar di Yerusalem. Kubah Batu dibangun sekitar tahun 685 M sampai 691 M.
Interior Kubah Batu dihiasi dengan arabesk - hiasan berbentuk geometris, tanaman rambatan dan ornamen kaligrafi. Unsur hiasan sempat menjadi ciri khas arsitektur Islam sejak abad ke-7 M. Hingga kini, kaligrafi masih menjadi ornamen yang menghiasi interior bangunan sebuah masjid.
Sejak saat itulah, para arsitek Islam terus mengembangkan beragam gaya kubah pada masjid yang dibangunnya. Pada abad ke-12 M, di Kairo kubah menjadi semacam lambang arsitektur nasional Mesir dalam struktur masyarakat Islam. Dari masa ke masa bentuk kubah pada masjid juga terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.
Ketika Islam menyebar dan berinteraksi dengan budaya dan peradaban lain, para arsitek Islam tampaknya tidak segan-segan untuk mengambil pilihan-pilihan bentuk yang sudah ada, termasuk teknik dan cara membangun yang memang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat tersebut.
Tak heran, jika bentuk kubah masjid pun terbilang beragam, sesuai dengan budaya dan tempat masyarakat Muslim tinggal. Hampir di setiap negara berpenduduk Muslim memiliki masjid berkubah. Di antara masjid berkubah yang terkenal antara lain; Masjid Biru di Istanbul Turki, Taj Mahal di Agra India, Kubah Batu di Yerusalem, dan lainnya.
Secara umum, kubah berbentuk seperti separuh bola atau seperti kerucut yang permukaannya melengkung keluar. Berdasarkan bentuknya, dalam dunia arsitektur dikenal ada ‘kubah piring’, karena puncak yang rendah dan dasar yang besar.
Selain itu, ada pula ‘kubah bawang’, karena hampir menyerupai bentuk bawang. Kubah biasanya akan diletakkan pada tempat tertinggi di atas bangunan, berfungsi sebagai atap. Ada pula yang ditempatkan di atas rangka bangunan petak dengan menggunakan singgah kubah.
Kubah juga biasa dianggap seperti gerbang yang diputarkan pada rangka penyangganya. Ini bermakna bahwa kubah mempunyai kekuatan struktur yang besar, laiknya jembatan gerbang tertekan. Pada awalnya, kubah dibangun dari batu bata atau beton. Seiring berkembangnya teknologi, kubah masjid pun dibentuk dari bahan alumunium.
Di era modern, para arsitektur sudah memperkenalkan bentuk kubah geodesi. Kubah ini berbentuk hemisfer dan menggunakan kekisi sebagai rangka, menjadikannya lebih ringan. Perkembangan teknologi juga memungkinkan penggunaan cermin dan plastik sebagai padatan. Kini keberadaan kubah pada bangunan masjid telah bergeser dari tuntutan fungsional — keinginan untuk membentuk struktur bentang lebar pada ruang masjid - menjadi ciri dan simbol peradaban Islam yang ditempatkan pada bangunan masjid.
Kehadiran kubah pada bangunan masjid-masjid di Indonesia terbilang masih baru. Atap kubah baru hadir di Indonesia pada akhir abad ke-19 M. Itu berarti, selama lima abad lamanya, bangunan masjid di Nusantara tak menggunakan atap. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M.
Kubah merupakan elemen yang dapat menghadirkan ruang positif yang besar pada suatu bangunan. Ruang positif yang dihadirkan kubah pada bangunan masjid membuat orang yang berada di dalamnya akan merasa leluasa. Selain menghadirkan kesan megah, keberadaan kubah juga dapat membuat orang yang beribadah di masjid merasa kecil di hadapan kebesaran Tuhan yang menciptakannya.
Cikal Bakal Masjid Berkubah
Kubah Batu atau Dome of The Rock adalah salah satu bangunan suci umat Islam. Masjid berkubah pertama itu berada di tengah kompleks Al-Haram asy-Syarif yang terletak di sebelah timur di dalam Kota Lama Yerusalem (Baitul Maqdis). Masjid itu berkubah keemasan. Sedangkan Masjid Al-Aqsa yang berkubah biru berada pada sisi tenggara Al-Haram asy-Syarif menghadap arah kiblat (kota Mekkah). Pembangunan masjid itu dimulai ketika Yerusalem jatuh ke dalam kekuasaan Islam pada era Khalifah Umar bin Khattab. Tak heran, jika masjid itu disebut Masjid Umar.
Adalah Khalifah Abdul Malik bin Marwan yang memprakarsai pembangunan Kubah Batu pada tahun 66 H/685 M dan selesai tahun 72 H/691 M. Pembangunan masjid itu sepenuhnya dikerjakan dua orang arsitek Muslim yakni Raja’ bin Hayat dari Bitsan dan Yazid bin Salam dari Yerusalem. Keduanya dari Palestina. Bangunan Kubah Batu terdiri dari tiga tingkatan. Tingkatan pertama dan kedua tingginya mencapai 35,3 meter. Secara keseluruhan, tinggi masjid itu mencapai 39,3 meter. Keadaan ruang di dalamnya terdiri tiga koridor yang sejajar melingkari batu (sakhrah). Koridor bagian dalam merupakan lantai thawaf yang langsung mengelilingi batu seperti tempat thawaf di Masjidil Haram.
Di dalamnya dipenuhi ukiran-ukiran model Bizantium. Di dalamnya terdapat mihrab-mihrab besar jumlahnya 13 buah dan masing-masing mihrab terdiri dari 104 mihrab kecil. Untuk memasukinya ada empat pintu gerbang besar yang masing-masing dilengkapi atap. Bentuk kubahnya banyak dipengaruhi arsitektur Bizantium. Sejarawan Al-Maqdisi menuturkan bahwa biaya pembangunan masjid itu mencapai 100 ribu koin emas dinar. Di dalam masjid itu terdapat batu atau sakhrah berukuran 56 x 42 kaki. Di bawah sakhrah terdapat gua segi empat yang luasnya 4,5 meter x 4,5 meter dan tingginya 1,5 meter.
Pada atap gua terdapat lubang seluas satu meter. Batu tersebut disebut sakhrah mukadassah (batu suci). Di batu tersebut Nabi Muhammad melakukan mi’raj dan sebagai saksi peristiwa tersebut maka dibangunlah Kubah Sakhrah di atasnya. Menurut literatur Islam, nilai kesucian sakhrah sama dengan Hajar Aswad (batu hitam).
Beragam Bentuk Kubah Masjid
Bentuk kubah masjid sangat beragam, terutama menyangkut proporsinya. Secara umum, bangunan masjid berkubah paling mudah ditemukan di sekitar wilayah Iran dan Asia Tengah, Turki, Mesir, serta India subkontinen. Pada awalnya, kubah relatif jarang ditemukan di tanah Arab, Afrika, Eropa, termasuk Asia. Namun, kini bangunan masjid baru dan modern di kawasan itu sudah menggunakan kubah.
Di wilayah Afrika Utara, seperti Maroko, Fez dan Tunisia, bentuk kubah masjidnya berbentuk menekan, bulat rendah. Sedangkan di Mesir bentuk kubahnya berbentuk setengah oval yang disebut al-ihliji (eliptis, berbentuk bulat panjang) seperti lengkung telur - lebih dari setengah lingkaran. Selain itu, bangunan masjid di Mesir juga banyak juga yang berbentuk silinder (ustuwani) serta berbentuk kerucut (makhrut). Sementara itu, di kawasan Persia, kubah masjidnya berbentuk bawang, lancip ke atas.
Sedangkan, kubah masjid di India agak bulat dan ada juga yang berbentuk kubah Persia. Di Turki, bentuk kubah masjidnya masih kental bernuansa Bizantium. Bentuk kubah bergaya Bizantium juga menyebar di kawasan Balkan yang dulunya dikuasai Turki. Di Indonesia, bentuk kubah masjid juga terbilang beragam. Ada yang berbentuk bulat dan ada pula yang berbentuk joglo, seperti kubah masjid di Jawa. Bahkan, di Sumatera Barat banyak ditemukan kubah masjid berbentuk tanduk kerbau.
Penulis : heri ruslan
REPUBLIKA - Selasa, 04 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar