Senin, 01 Februari 2010

AKUMULASI MASALAH MASYARAKAT

oleh Fajar Burnama


Sangat memilukan! Manusia kini senang berkonflik dan saling membenci. Mulai dari konflik kepentingan sampai menimbulkan konflik fisik yang semakin menggurita. Belum lama kita menyimak informasi mengenai tawuran antar pelajar, mahasiswa, dan kampung di berbagai daerah, kemudian penertiban pedagang kaki lima di beberapa daerah yang berakhir bentrok antara petugas dan pedagang. Belum lagi konflik akibat hasil pemilu yang tidak sejalan dengan ekspektasi, sampai harus saling serang dan mencelakakan. Mengapa semua ini terjadi ?

Kalau kita selidiki, semua hal ini disebabkan oleh akumulasi permasalahan yang menimpa masyarakat. Masalah itu mencakup masalah ekonomi, sosial, politik, budaya, seni, dan lainnya. Ekonomi masyarakat yang kian memprihatinkan, sulitnya lapangan kerja, baik karena ketiadaan lowongan hingga ketiadaan kemampuan (skill). Ditambah sistem ekonomi kapitalis yang mencekik para pengusaha kecil dan menguntungkan para pemodal besar. Diperparah lagi dengan maraknya skandal ekonomi para penguasa dan pengambil kebijakan, seperti skandal Bank Century yang belum juga terpecahkan.

Sosial, kini orang lebih mementingkan dirinya sendiri alias egosentris, orang kaya tidak memperdulikan orang miskin, orang lapang tidak lagi merangkul orang yang berada di dalam kesempitan. Yang terjadi kini, orang kaya semakin kaya, orang miskin kian melarat. Kesenjangan sosial semakin menganga, banyak artis pamer kekayaan di TV tanpa menghiraukan perasan khalayaknya.

Politik, masyarakat bingung dengan kondisi saat ini, mereka hanya dijadikan komoditas oleh para elit, suara mereka begitu dibutuhkan, tapi aspirasi mereka tidak dihiraukan. Belum lagi maraknya PEMILU yang memakan biaya yang sangat banyak, menambah daftar panjang masalah, betapa tidak, dengan biaya yang tidak sedikit itu jika diguynakan untuk memberi makan orang miskin, berapa juta perut bisa dibuat kenyang. Juga konflik horizontal yang terjadi akibat “jagoan”-nya kalah, mereka diperdaya oleh para elit yang biadab untuk melakukan kekerasan dan kebrutalan.

Krisis kepemimpinan pun terjadi, masyarakat kian hari semakin kehilangan arah kehidupan, tidak ada sosok pemimpin yang bisa mengarahkan mereka menuju kebaikan. Para pejabat pun asyik dengan pemenuhan ambisi pribadinya dan di waktu yang sama acuh terhadap rakyat kecil. Para wakil rakyat di\ parlemen pun menunjukkan model kepemimpinan yang payah, cara mereka bicara yang tak mau kalah, dan keras kepala, membuat rakyat kecewa.

Budaya, kita pun semakin terbuai dengan budaya asing yang merusak. Negeri kita yang dulu betapa membanggakan di mata dunia karena kekayaan budayanya, kini luntur sudah. Kita sepakat bahwa tidak semua budaya asing itu buruk, tapi celakanya kebanyakan yang dicontoh dan dipelihara oleh kebanyakan masyarakat kita, terutama generasi muda adalah hal;-hal yang buruk dan tercela. Seni, dewasa ini seni dijadikan dalih oleh sebagian orang untuk menutupi kerendahan etika dan moralnya. Manakala lukisan bugil disebut sebagai ekspresi seni, maka ini sungguh membahayakan.. Belum masalah-masalah yang lain yang juga sangat mengkhawatirkan.

Masyarakat umum, terutama menengah ke bawah, terkesan tidak lagi mengindahkan mana benar dan salah, mana baik dan buruk karena gelapnya mata, tertutup oleh kabut masalah yang lebat. Secara psikologis, seseorang akan senantiasa mencari kepuasan dirinya. Yang menjadi malapetaka adalah manakala orang tidak lagi memperhatikan rambu-rambu yang berlaku dalam memenuhi kepuasan dirinya.

Kehidupan dewasa ini yang semakin sulit, menurut kebanyakan orang, menjadikan masyarakat mengidap penyakit yang kian meradang, yakni lupa daratan. Penyakit yang satu ini sangat sulit disembuhkan. Kita lebih senang mengurusi masalah dengan prespektif sekuler, sehingga yang menjadi tolok ukur kehidupannya adalah hal-hal yang bersifat keduniaan. Kita halalkan segala cara untuk mendapatkan kepuasan. Injak bawah, sikut kanan, sikut kiri, dan jilat atas menjadi keseharian kita.

Karena hakikat dari kehidupan ini adalah ujian, maka kebahagiaan dan kesedihan serta kesulitan menjadi keniscayaan. Adanya malam karena adanya siang, adanya kebaikan karena adanya kejahatan, begitu pula adanya kekayaan tentu karena adanya kemiskinan. Inilah keadilan Tuhan, semuanya diciptakan seimbang dan berpasangan. Laki-laki tiada artinya tanpa kehadiran wanita, begitu pula wanita yang akan tidak berdaya tanpa kehadiran laki-laki.

Setiap manusia harus siap menghadapi kenyataan yang akan terjadi. Saat kita bahagia kita harus menyiapkan diri untuk menyongsong kesedihan yang pasti akan menjelang. Saat kita sedih, sabarlah karena kebahagiaan akan segera menyapa. Kita harus mampu menghadapi kebahagiaan dan kesedihan dengan sikap yang terbaik. Hidup ini adalah pilihan yang menuntut kita untuk mampu memilih yang terbaik. Semakin kita mampu memilih hal yang terbaik dalam kehidupan saat ini, kelak kita akan mendapatkan yang terbaik di kehidupan yang akan datang. Tapi bila yang kita pilih justru hal yang buruk, bersiaplah untuk mendapatkan yang serupa nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar